Ketika kita berbicara satu sama lain. Aku mencari sebuah tenang disana. Kulakukan itu tanpa kusadari, begitu saja. Barangkali memang kamu rumah untuk pulang ku suatu hari nanti. Sebentuk keinginan tersirat, padahal hal itu agaknya mustahil terlintas di benak ku—mengingat aku tak pernah berpikir perkara serius tentangmu sebelumnya. Benar, setiap perasaan dibutuhkan rasionalitas, aku meyakini itu. karenanya aku hanya bisa tertegun lama. Menimbang buruk dan enaknya jika membiarkan diriku sendiri jatuh cinta kepadamu. Bagaimanapun, aku memang sudah tak mau dikecewakan lagi. Meski degup-degup di malam panjang ini nyata adanya.
Jauh di sadarku, aku tahu, jatuh cinta adalah hal yang mengharukan dan menggugah. Jatuh cinta membuka kan pintu bahagia untuk segala urusan yang sepele. Dibalik itu semua, mana mungkin juga dilalui tanpa resiko. Jauh di sadarku, aku sudah mengetahui itu.
Tapi ngomong-ngomong, kamu tahu tidak, kalau pulang juga punya makna lain?
Kadang, pulang itu mempunyai makna lain dari sebentuk persinggahan. Hakikatnya, berpasangan itu butuh kemauan bekerja sama dan berpetualang bersama. Maka, aku tidak mau menjadi sekadar tempat bagimu untuk pulang. Aku bertanya padamu, mampukah dirimu mengambil bagian dalam perjalananku? Maukah kamu mengajakku dalam rencana-rencana perjalananmu kelak?
"Semoga gunung-gunung dan pantai untuk kita kunjungi bersama, bahkan tempat seru lainnya, bukan sekadar menjadi wacana.
Ataupun ada Yang Maha Kuasa menyeriusi doa-doaku. Dan yang terpenting diatas itu semua, doa kamu. Untuk kamu.."
Comments
Post a Comment